SAYID HASAN 'ALI AL HUSAINI (SYEKH SITI JENAR)
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini,
dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar
Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban,
sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau
Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit. Syaikh Siti Jenar adalah
seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab
lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih
bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid
’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil
Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam
bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula
Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin
Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-
Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam
Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain
Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah
Saw. Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran.
Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an
dan Tafsirnya. Dan
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun. Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka. Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad. Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad. Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al- Ahadiyah ada 4 orang, yaitu: 1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman. Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At- Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy. Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun. Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain. KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah: 1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah
naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]…. 2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy. 3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”. 4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.
Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan
kepada para dewan wali/ Wai Songo bahwa â Kelak pada suatu zaman akhir, kalau ada kerbo bule mata kucing ( orang Belanda ) naik dari laut, itulah tandanya musibah kepada anak cucu anda,â katanya, sedang kenyataannya Belanda menjajah
Indonesia selama 350 tahun dan banyak
menyengsarakan rakyat Indonesia. Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita
anggap sebagai âinsidenâ diantara pemuka-
pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M, lambat laun
ketika itu banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/
hakiki, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti. Atas tuduhan Syekh Maulana Maghribi, bahwa Syekh
Siti Jenar mengaku dirinya ALLAH, dan oleh Sunan
kalijogo ditanyakan apakah benar tuduhan tersebut,
beliau mengakuinya benar adanya, maka dewan wali
dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi si tertuduh , dan Sekh Siti Jenar menerima putusan tersebut agar segera dilaksanakan,
dan yang harus melaksanakan keputusan tersebut
yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang
diberikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka dihalaman masjid
Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sbb : Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar suara yang sangat keras seprti
beradunya kedua besi yang sangat besar, lalu para
Wali saling tersenyum, sambil berkata,â Masa ada ALLAH seperti besi ?â. Syekh Siti Jenar menjawab,â Coba, tusuklah sekali
lagi,â
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang
tidak ada ujud jasadnya. Para Wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti syaitan,?. Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi,
sambil berkata, â Coba tusuk sekali lagi?â Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur
tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah
merah, dan para Wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti kambing.? Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka
dan berkata,â Coba tusuk sekali lagi?â. Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar
rebah, mati dan dari lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti cacing!â, karena berkali- kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka,
Syekh Siti Jenar berkata, â Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan anda?â dan dijawab oleh seluruh Wali,â Biasa!â, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul kamil,â Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh
Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya
mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati ( Syekh Siti Jenar, wafat wajar dan tidak bunuh diri )
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun. Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka. Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad. Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad. Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al- Ahadiyah ada 4 orang, yaitu: 1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman. Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At- Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy. Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun. Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain. KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah: 1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah
naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]…. 2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy. 3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”. 4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.
Sebelum wafat, Syekh Siti Jenar sempat berpesan
kepada para dewan wali/ Wai Songo bahwa â Kelak pada suatu zaman akhir, kalau ada kerbo bule mata kucing ( orang Belanda ) naik dari laut, itulah tandanya musibah kepada anak cucu anda,â katanya, sedang kenyataannya Belanda menjajah
Indonesia selama 350 tahun dan banyak
menyengsarakan rakyat Indonesia. Syekh Siti Jenar mempunyai efek khusus yang kita
anggap sebagai âinsidenâ diantara pemuka-
pemuka Agama Islam pada abad ke 16 M, lambat laun
ketika itu banyak orang-orang yang mengaji tasawuf/
hakiki, misalnya : perihal ilmu bedanya antara Kawula dan Gusti dan Tunggalnya Kawula dan Gusti. Atas tuduhan Syekh Maulana Maghribi, bahwa Syekh
Siti Jenar mengaku dirinya ALLAH, dan oleh Sunan
kalijogo ditanyakan apakah benar tuduhan tersebut,
beliau mengakuinya benar adanya, maka dewan wali
dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi si tertuduh , dan Sekh Siti Jenar menerima putusan tersebut agar segera dilaksanakan,
dan yang harus melaksanakan keputusan tersebut
yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang
diberikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka dihalaman masjid
Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sbb : Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar suara yang sangat keras seprti
beradunya kedua besi yang sangat besar, lalu para
Wali saling tersenyum, sambil berkata,â Masa ada ALLAH seperti besi ?â. Syekh Siti Jenar menjawab,â Coba, tusuklah sekali
lagi,â
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang
tidak ada ujud jasadnya. Para Wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti syaitan,?. Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi,
sambil berkata, â Coba tusuk sekali lagi?â Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur
tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah
merah, dan para Wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti kambing.? Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka
dan berkata,â Coba tusuk sekali lagi?â. Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar
rebah, mati dan dari lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,â Masa matinya ALLAH seperti cacing!â, karena berkali- kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka,
Syekh Siti Jenar berkata, â Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan anda?â dan dijawab oleh seluruh Wali,â Biasa!â, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul kamil,â Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh
Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya
mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati ( Syekh Siti Jenar, wafat wajar dan tidak bunuh diri )

Saya rasa soal cacing itu bukan asalnya tetapi cacing itu hidupnya ditanah tempat orang menginjak injak seperti itulah kehidupan seorang sufi.
BalasHapusDalam arti kata ia menghinakan dirinya dihadapan banyak orang dg begitu ia jauh dari kesombongan dan lebih dekat dg tawadhu